11.18, 29/1/2025
Albar Sentosa Subari:
Banyak tulisan yang sudah mengupas tentang ” Melayu”. Tentu masing masing masing miliki referensi dan pemahaman yang saling mendukung satu sama lain.
Pada kesempatan ini penulis sebagai Kolumnis sekaligus sebagai Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan ( mantan Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan periode 2019-2024), juga sebagai anggota Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera mencoba untuk membuat sebuah artikel berjudul sebagai mana di atas.
Pada tahun 644-645 M, sudah ada nama kerajaan Melayu.
Seorang pendeta Budha cina bernama I-Tsing dalam perjalanan nya ke India pernah bermukim di Sriwijaya, untuk belajar bahasa sansekerta selama 6 bulan sebelum berangkat ke Kedah dan India.
Dapat dijadikan rujukan apakah kerajaan Melayu itu sudah ditaklukkan maupun bersatu dengan kerajaan Sriwijaya ( antara 645-685 M).
Menurutnya, perjalanan pelayaran dari Sriwijaya ke Melayu ditempuh dengan kapal layar sederhana masa itu lebih kurang 15 hari. Dimana letak kerajaan Melayu itu, banyak pendapat sarjana sejarah berbeda pendapat, tetapi kebanyakan menetapkan nya berada di hulu sungai Jambi ( sungai Batang Hari).
Memang dalam ekskavasi kepurbakalaan akhir akhir ini, banyak sekali ditemukan reruntuhan candi, patung patung dan peninggalan kepurbakalaan lainnya yang cukup tua usianya.
Di dalam mitologi orang Melayu seperti tertera di dalam sejarah Melayu.
Turunnya SANG SAPURBA bersama ke 2 saudara nya adalah ditempat disebut ” Bukit Siguntang Maha Meru” di hulu Palembang ( sungai Tatang/ sungai Melayu).
Tetapi nama Bukit Siguntang juga ada di Jambi dan belum terjamah tangan manusia ( tahun 2024 pertengahan, penulis sempat bertanya kepada seorang petugas TVRI Jambi) memang sampai sekarang masih asli keberadaan nya).
Menurut cerita ada makam kuno yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai makam Datok Tenggorok berbulu.
Prof. Dr. J.G. De Casparis ( Sriwijaya and Melayu, SPAFA Conferences, 1985) yang dikutip Tengku Lukman Sinar, dalam bukunya Jatidiri Melayu, maka kerajaan Melayu yang telah ditaklukkan Sriwijaya itu ( sebelum 688 M), sesuai dengan prasasti yang berisi kurukan di Karang Berahi di tepi sungai Merangin ( cabang sungai Batang Hari) di hulu Jambi.
Menurut De Casparis, sekitar abad ke XI sampai sekitar tahun 1400-M, kerajaan Melayu itu pulih kembali. Bahkan untuk menangkis bahaya dari Sriwijaya. Kerajaan Melayu itu telah bekerja sama dengan kerajaan Jawa Singosari, sehingga kerajaan Singosari mengirim balatentara yang besar menghancurkan Sriwijaya dan disebut dengan operasi militer PAMALAYU ( 1275-M) dan dikirim arca Amoghapasa Lokeswara ( 1286-M) di Padang Roco, dan disambut seluruh rakyat Melayu.
Lebih lebih rajanya Srimat Tribhuwana Raja Mauliwarmadewa. Di belakang arca itu kemudian ditulis prasasti Raja Adityawarman ( 1347-M). Yang melanjutkan kerajaan Damasraya ( Melayu) itu kemudian nya.
Baik kerajaan Melayu/Damasraya maupun kerajaan Sriwijaya menggunakan Bahasa Melayu Kuno dan aksara Melayu kuno, sebagai contoh prasasti boom baru ( dipinggir sungai Musi) yang berasal akhir abad ke 7 M.
Prasasti kuno berbahasa Melayu kuno ini pun banyak terdapat di sekitar candi candi di Tapanuli Selatan. Seperti inskripsi yg dimiliki raja di gunung tua tahun 1892.
Ada pendapat sarjana yang pusat kerajaan Melayu Kono adalah di sekitar candi muara Takus ( di tepi sungai Kampar Riau) setelah Jambi dikuasai Sriwijaya.
Meskipun kerajaan Melayu itu berpusat di hulu sungai Jambi, di zaman Raja Adityawarman 1347 M berpindah ke wilayah Minangkabau.
Setelah pudarnya Sriwijaya ( Palembang) dan Melayu ( Jambi) dan kemudian Di Pagaruyung, karena serangan dari Jawa terakhir Majapahit 1365 M. Orang dari Jawa menguasai kehidupan di Palembang dan Jambi seperti ditulis sarjana Portugis Tome Pires
[11.19, 29/1/2025] Albar Sentosa Subari: Bagaimana pun Bahasa Melayu, yang menjadi lingua Franca di Nusantara sejak disebar oleh imperium maritim Sriwijaya dan Melayu sejak abad ke VI M itu, termasuk adat istiadat Raja raja nya yang dibawa Parameswara ke Melaka tahun 1400 M telah memperkuat jatidiri Melayu. Setidaknya sekarang orang Jambi dan Palembang ( terutama yang tinggal di daerah pesisir selatan Malaka ( masih disebut ORANG MELAYU).

Nama “Melayu” Berasal dari Kerajaan Melayu Purba
Satu tanggapan untuk “Nama “Melayu” Berasal dari Kerajaan Melayu Purba”
-
ai bagus nian informasi ini

Tinggalkan Balasan