Tukang Stempel: Seniman Generalisasi di Era Digital

Kita hidup di zaman yang unik. Informasi melesat secepat kilat, tapi pemahaman seringkali tertinggal jauh di belakang. Di sinilah munculnya para “Tukang Stempel,” seniman ulung dalam seni generalisasi. Mereka dengan cekatan menempelkan label-label umum ke orang, kelompok, peristiwa, bahkan kebijakan, tanpa peduli konteks dan nuansa. Karya mereka menghiasi jagat maya, kadang menggelitik, kadang bikin geleng-geleng kepala.


Bayangkan dunia tanpa Tukang Stempel. Medsos akan membosankan! Nggak ada lagi komentar-komentar kocak yang nge-judge satu suku gara-gara ulah satu orang. Nggak ada lagi perdebatan panas yang berpusat pada stempel profesi. “Ah, pasti tukang parkir, makanya nggak sopan!” atau “Mahasiswa, pasti demo mulu!” Rasanya hambar, ya?


Tapi jujur, Tukang Stempel adalah hiburan tak terduga. Mereka adalah penyedia konten tak sengaja, kadang bikin ngakak, kadang bikin mikir keras. Karya masterpiece mereka bertebaran di mana-mana, terutama di kolom komentar video viral.


Contohnya, video anak kecil belajar naik sepeda. Langsung deh bertebaran stempel: “Pinter banget!”, “Orang tuanya pasti kaya!”, atau yang paling absurd, “Mirip artis A, keturunan bangsawan!”. Padahal, anak kecil cuma lagi belajar naik sepeda! Tukang Stempel ini kayak punya mata-mata di mana-mana, bisa nebak segala hal dari video pendek, bahkan yang kualitasnya burem.


Atau pas ada kecelakaan. Petugas belum selesai evakuasi, komen udah penuh stempel: “Pasti ngebut!”, “Ugal-ugalan!”, “Main HP!”. Kayaknya mereka punya kemampuan super, bisa ngungkap misteri kecelakaan cuma dari beberapa detik rekaman amatir. Mereka ini detektif ulung versi medsos, deh!


Yang lebih seru lagi, pas ada kebijakan baru. Langsung rame di medsos, dibanjiri stempel: “Bagus banget!”, “Jelek banget!”, “Pembuatnya nggak ngerti masalah!”. Nggak ada diskusi rasional, cuma adu stempel. Seakan-akan semua orang udah jadi ahli di segala bidang, padahal belum tentu.


Grup WA juga nggak luput dari karya Tukang Stempel. Ada yang posting foto makanan, langsung diserbu: “Pasti lagi diet, tapi makan banyak!” atau “Lagi galau, makanya makan banyak!”. Kayaknya makanan di medsos punya kode rahasia yang cuma Tukang Stempel yang bisa baca. Mereka kayak ahli psikologi dadakan, bisa nebak isi hati orang cuma dari foto makanan.


Bahkan foto liburan pun nggak luput. “Pasti lagi pamer!”, “Pasti lagi cari perhatian!”, “Pasti hutangnya banyak, makanya liburan!”. Tukang Stempel selalu punya penjelasan, walau nggak masuk akal.


Fenomena ini semakin kocak ketika melibatkan selebriti. Seorang artis mengunggah foto dirinya sedang berolahraga, langsung dihujani komentar: “Pasti mau cari sensasi!”, “Pasti lagi diet ketat!”, “Pasti mau tunjukkan tubuh idealnya!”. Seakan-akan setiap aktivitas selebriti harus punya maksud tersembunyi yang hanya bisa diungkap oleh Tukang Stempel.


Lucu sih, tapi jangan salah, stempel itu berbahaya. Generalisasi berlebihan bisa bikin prasangka, diskriminasi, dan bikin kita susah paham situasi sebenarnya. Stempel bisa bikin kita kehilangan kesempatan untuk melihat individu, peristiwa, atau kebijakan secara utuh dan objektif.


Gimana caranya lawan Tukang Stempel? Ketawain aja karya-karyanya, ambil hikmahnya, dan yang paling penting, tetep kritis sama informasi. Jangan asal percaya, jangan asal nempel stempel. Kita harus melatih diri untuk berpikir kritis, untuk menggali informasi lebih dalam, dan untuk menghindari generalisasi yang tidak berdasar.


Yuk, kita ubah medsos jadi tempat berbagi informasi yang bermakna, bukan cuma ajang perang stempel! Mari kita belajar untuk menghargai perbedaan, untuk memahami konteks, dan untuk menghindari kesimpulan yang terburu-buru. Kita semua punya peran untuk menciptakan ruang diskusi yang lebih sehat, lebih bijak, dan lebih menyenangkan. Jangan sampai kita semua ikut jadi Tukang Stempel, ya! Mari kita jadi netizen yang cerdas dan bijaksana! Semoga kita semua bisa lebih bijak dalam bermedsos dan menghindari perang stempel yang tak berujung. Salam damai dan bijak untuk semua!

Penulis

2 tanggapan untuk “Tukang Stempel: Seniman Generalisasi di Era Digital”

  1. Edo

    Seorang artis mengunggah foto dirinya sedang berolahraga, langsung dihujani komentar

    yes kandah, Artis (dan siapapun) yg mengunggah foto di medsos, artinya memang minta diliatin dan atau minta dikomentari

    1. Lilik Bagus Setiawan, SH,Adv

      Tukang Stempel dikalahkan oleh Tukang Hukum, karena Tukang hukum menganalisis berdasarkan fakta dan bukti hukum jadi tidak cukup diterawang seperti Tukang Stempel yg mirif kerja Mbah Dukun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *