Tidak bermaksud menyamakan orang dengan beo, karena tetap tidak akan sama, yang satu orang yang satunya lagi burung. Kesamaannya keduanya dapat berbunyi…..kamu cantik….kamu cantik….kamu cantik…..terus begitu, walaupun yang datang adalah laki-laki yang tidak ganteng si beo tetap akan berbunyi …..kamu cantik….kamu cantik….kamu cantik…..
Juga tidak perlu tersinggung, karena ini ada di dunia maya…bukan di dunia nyata, atau sebut saja di Konoha, atau di Surinama sana….
Namun yang pasti ada perbedaan prinsip orang dengan beo…yaitu berpikir. Berpikir adalah anugerah besar yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dengan berpikir, manusia mampu memahami dunia, memecahkan masalah, menciptakan sesuatu yang baru, dan memperbaiki kehidupannya. Dalam Islam, berpikir bukan hanya anjuran, tetapi kewajiban. Mungkin akan menjadi pahala buat saya kalam di Ramadha ini menyitir beberapa kutipan dari way of life yang saya Yakini. Ada beberapa ayat yang menyinggung tentang berpikir ini, misalnya perintah untuk berpikir dan merenung, Salah satu sebab manusia tersesat karena tidak mengunakan akalnya. Islam tidak hanya mengajarkan ritual tanpa pemahaman, tetapi justru mendorong umatnya untuk berpikir kritis, mencari ilmu, dan tidak menerima sesuatu begitu saja tanpa analisis.
Berpikir: Pembeda Manusia dengan Burung Beo
Ah ini lagi lagi pembanding beo, tapi tak apalah…kejadiannya juga di Konoha sana…Salah satu alasan manusia bisa maju adalah karena mereka berpikir. Coba bandingkan manusia dengan burung beo. Burung beo bisa berbicara, meniru suara manusia, bahkan mengucapkan kata-kata yang terdengar cerdas. Tapi apakah burung beo benar-benar memahami apa yang ia katakan? Tidak. Burung beo hanya meniru tanpa mengerti.
Sayangnya, ada sebagian manusia yang juga bertindak seperti burung beo. Mereka hanya meniru, menyebarkan informasi tanpa menganalisis, dan menerima sesuatu tanpa berpikir. Di era media sosial, hal ini semakin sering terjadi. Banyak orang asal membagikan berita tanpa mengecek kebenarannya. Mereka tidak berpikir, hanya menyalin dan menempel. Akibatnya, berita bohong (hoaks) menyebar luas dan bisa menyesatkan banyak orang.
Berbeda dengan beo, manusia diberi kemampuan untuk menganalisis, membandingkan, dan mengambil keputusan dengan akal sehat. Jika manusia hanya meniru tanpa berpikir, maka mereka menyia-nyiakan anugerah besar dari Allah.
Berpikir: Kunci Kemajuan Bangsa
Bangsa yang maju adalah bangsa yang masyarakatnya terbiasa berpikir. Sebaliknya, bangsa yang mudah dibodohi dan dijajah adalah bangsa yang malas berpikir. Lihatlah negara-negara yang berkembang pesat seperti Jepang, Jerman, atau Korea Selatan. Masyarakat mereka dididik untuk berpikir kritis sejak kecil, mencari solusi, dan tidak mudah percaya begitu saja pada informasi yang belum terbukti kebenarannya.
Sebaliknya, bangsa yang malas berpikir akan mudah tertipu, mudah dipecah belah, dan hanya menjadi pengikut tanpa inovasi. Sejarah mencatat bahwa penjajahan sering terjadi karena bangsa yang dijajah tidak memiliki kesadaran kritis. Mereka menerima apa adanya tanpa mempertanyakan apakah sistem yang diterapkan menguntungkan mereka atau tidak. Akibatnya, mereka tertinggal dan terus bergantung pada pihak lain.
Indonesia, sebagai bangsa besar dengan sumber daya melimpah, seharusnya tidak mudah ditipu oleh propaganda, hoaks, atau kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat. Jika masyarakat terbiasa berpikir, mereka akan lebih selektif dalam menerima informasi dan lebih cerdas dalam memilih pemimpin serta menentukan arah bangsa.
Bagaimana Cara Membiasakan Berpikir?
Jika berpikir itu penting, bagaimana cara melatihnya? Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Jangan Percaya Begitu Saja – Selalu tanyakan: “Apakah ini benar, Apa buktinya, cek di gugel, kalau media mainstream tidak memberitakannya, hampr pasti itu berita bohong.
- Banyak Membaca dan Belajar – Ilmu adalah bahan bakar bagi pikiran. Makin banyak belajar, makin tajam cara berpikir kita,.
- Diskusi dan Bertanya – Berdiskusi dengan orang lain bisa membuka sudut pandang baru dan mengasah kemampuan berpikir kritis, bukalah pikiran untuk hal-hal baru.
- Jangan Hanya Meniru, Tapi Analisis – Jangan hanya ikut-ikutan atau sekadar copy-paste informasi tanpa memahami isinya. Seringkali pandangan kita terkungkung oleh komunitas…kalau kita berada di komunitas balap liar, tentu kita akan mengatakan polisi itu mengganggu saja….begitu juga kalau kita berada di komunitas pencinta hewan melata, ular dan sebagainya, tentu kita akan mengatakan jangan sembarangan membunuh hewan; padahal sudah jelas, di luar mereka orang akan langsung melumat ular bila terlihat.
- Sekali-sekali lihatlah rumah kita dari jauh-selama di dalam kita tidak akan dapat melihat bagaimana rumah kita secara utuh…di dalam kita hanya dapat melihat dinding, plafon, dan ruang-ruang…tapi dengan melhat rumah dari jauh, akan kelihatan gentengnya seperti apa, keindahan atau keburukannya seperti apa. Jangan jadi katak di dalam komunitas saja.
- Berlatih Menulis – Menulis membantu menyusun pemikiran secara logis dan terstruktur.
- Bedakan kritis dengan judes–Judes apa ya…ya judes, ketus, seperti sering terdengar di arisan ibu-ibu…kritis tidak sama dengan judes, pada kritis ada hasil olah pikir, misalnya pembangunan tugu itu tidak besar manfaatnya, karena biayanya banyak dan hanya bertahan 3 tahun, karena tugunya terbuat dari bambu yang tidak tahan siraman hujan dan cuaca; dengan nada judes, pembangunan tugu itu akan dikatakan: ah itu hanya akal-akalan bikin proyek buat ngabisin anggaran.
Akhirul kata, berpikir bukan sekadar aktivitas otak, tetapi kewajiban bagi setiap manusia, terutama bagi seorang Muslim. Dengan berpikir, kita bisa membedakan yang benar dan yang salah, membangun bangsa yang kuat, serta tidak mudah dibodohi oleh propaganda atau informasi palsu. Jangan sampai kita hanya menjadi burung beo yang hanya meniru tanpa memahami.
Mari biasakan berpikir, karena berpikir adalah tanda kecerdasan, dan kecerdasan adalah kunci untuk hidup lebih baik dan bermakna. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang berakal dan selalu menggunakan pikiran dengan sebaik-baiknya. Aamiin.

