Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS): Sebuah Tinjauan Kritis terhadap Kebijakan dan Implementasi di Indonesia

Lilik Bagus Setiawan

Advokat, Mantan Aktivis TPDI Sumsel

Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS): Sebuah Tinjauan Kritis terhadap Kebijakan dan Implementasi di Indonesia
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sistem ekologis yang vital, berperan krusial dalam siklus hidrologi dan menunjang keberlanjutan ekosistem. Namun, pengelolaan DAS di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan signifikan yang memerlukan kajian mendalam dan solusi komprehensif. Makalah ini akan menganalisis beberapa isu kritis terkait manajemen DAS, khususnya menyoroti kelemahan kebijakan, implementasi program, dan penegakan hukum.

  1. Kurangnya Perlindungan Pemerintah terhadap DAS:
    Salah satu permasalahan utama adalah kurangnya perlindungan yang memadai dari pemerintah daerah, baik tingkat kota maupun provinsi, terhadap DAS. Hal ini mengakibatkan degradasi lingkungan yang terus berlanjut, ditandai dengan kerusakan ekosistem dan penurunan kualitas air. Ketiadaan regulasi yang tegas dan implementasi yang konsisten menyebabkan DAS rentan terhadap eksploitasi dan kerusakan. Minimnya anggaran dan prioritas yang rendah dalam kebijakan pembangunan turut memperparah kondisi ini.
  2. Praktik Pengelolaan DAS yang Tidak Berkelanjutan:
    Praktik pembangunan turap penyanggah dengan mempersempit lebar dan kedalaman DAS, yang seringkali dilakukan dengan tujuan pengendalian erosi dan banjir, justru berdampak negatif terhadap daya tampung air. Strategi ini, meskipun tampak sederhana, tidak mempertimbangkan aspek holistik sistem DAS dan berpotensi memperburuk permasalahan banjir di hilir. Pendekatan yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan, yang mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial-ekonomi, sangat diperlukan.
  3. Kebutuhan Pengerukan Berkala dan Pengelolaan Sampah:
    Peningkatan populasi penduduk di perkotaan menyebabkan peningkatan volume limbah dan sampah yang mencemari DAS. Proyek pengerukan sedimen dan sampah secara berkala menjadi sangat krusial untuk menjaga kualitas air dan kapasitas tampung DAS. Namun, implementasi proyek ini seringkali terhambat oleh kendala anggaran, perencanaan yang kurang matang, dan koordinasi antar instansi yang lemah. Selain pengerukan, dibutuhkan juga program pengelolaan sampah terpadu yang efektif dan berkelanjutan.
  4. Penegakan Hukum yang Lemah terhadap Pelanggaran Perda Rawa:
    Peraturan Daerah (Perda) terkait perlindungan rawa dan DAS seringkali tidak diimplementasikan secara efektif. Kelemahan dalam penegakan hukum dan kurangnya sanksi yang tegas menyebabkan pelanggaran Perda terus terjadi, baik oleh perorangan maupun institusi pemerintah, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN). Penguatan kapasitas penegak hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perlindungan DAS menjadi hal yang mendesak.
  5. Perencanaan dan Desain Kolam Resapan yang Kurang Optimal:
    Proyek pembangunan kolam resapan air hujan memerlukan perencanaan dan desain yang matang, mempertimbangkan aspek kapasitas tampung, kedalaman, dan integrasi dengan sistem DAS secara keseluruhan. Kolam resapan yang dangkal dan berkapasitas kecil tidak akan mampu menampung volume air yang signifikan saat musim hujan, sehingga mengurangi efektivitasnya dalam pengendalian banjir.
    Kesimpulan:
    Pengelolaan DAS di Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terintegrasi, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan mengutamakan prinsip keberlanjutan. Penguatan regulasi, peningkatan anggaran, penegakan hukum yang tegas, dan partisipasi masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam mengatasi permasalahan yang ada. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan strategi pengelolaan DAS yang adaptif dan efektif dalam konteks perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk.

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *