Tiba-tiba saja, Willie Salim, sosok YouTuber papan atas tiba-tiba muncul di Palembang, persisnya di Benteng Kuto Besak atau Bahasa gaulnya BKB. Dia tidak datang hanya untuk berkelakar. Di Palembang dia memesan seekor sapi, dan dagingnya yang berkisar 200 kilogram akan dibuat rendang. Bayangkan BKB yang selalu jadi pusat perhatian masyarakat Palembang akan menjadi ramai oleh aksi Willie Salim. Sebetulnya ini biasa saja..sudah sering Willie Salim ini menggelar acara heboh di berbagai kota. Bagi masyarakat Palembang ini bisa menjadi hiburan menjelang berbuka puasa…dan bagi Willie Salim tentu saja urusannya cuan…wajar saja kan dia profesional medsos, meng-kreasi konten dan jadi keuntungan. Jadi wajar saja kalau ada unsur setting atau drama dalam aksinya.
Tapi ini pelembang lur…apo yang kau pikir baik menurut kau, belum tentu baik untuk aku…mungkin ini kira-kira yang terjadi. Anak kecil juga tau tidak mungkin berbuka puasa dengan rendang yang dimasak Willie Salim…harus menunggu sampai jam berapa. Rendang dimasak bakal habis, tidak dimasak juga bakal habis, mengapa harus menunggu lama…Entah spontan atau memang begitulah skenarionya, Willie Salim meninggalkan arena masak…entah lama entah sebentar, entah ke toilet (ada atau tidak ada toilet di BKB) atau entah kemana…begitu dia balik lagi ke arena masak, eh dandang sudah kosong….
Jreng….sebagai sesi penutup konten…dibahaslah mengapa rendang yang sedang dimasak tiba-tiba tidak ada lagi di dandang….Dalam konten Willie Salim di berbagai platform media sosial, adalah sedikit dialog bagaimana proses rendang “berpindah” dari dandang entah kemana…. Alhasil kreasi Wille Salim pun menuai sentiment negatif orang Palembang, terkesan budak itu menghina wong Palembang rakus, gragasan, dak beradab dlsb…
Tentu saja Masyarakat Palembang -setelah disadarkan bahwa kita sedang dihina- berhak marah…seolah-olah tidak pernah makan rendang. Sebetulnya faktanya tidak demikian. Masyarakat Palembang harus berbangga karena menurut data statistik, orang Palembang menempat urutan ke-4 kota yang paling banyak mengonsumsi daging sapi. Urutan pertama adalah Banda Aceh, Pangkal Pinang, dan urutan ke-3 Batam. Bahkan berdasarkan data sensus 2024 dibanding dengan kota besar di Pulau Jawa, urutan Palembang hanya kalah dengan Jakarta Pusat dan Surabaya. Ini artinya masyarakat Palembang mengalokasikan anggaran yang cukup untuk konsumsi daging sapi. Tidak percaya? Lihat saja tabel di bawah ini.
| Rata-rata Pengeluaran Perkapita Seminggu Daging Sapi per kota (Rupiah/Kapita/Minggu), 2021-2024 | ||||
|---|---|---|---|---|
| Kota | 2021 | 2022 | 2023 | 2024 |
| Kota Banda Aceh | 2.874 | 5.226 | 2.654 | 2.826 |
| Kota Pangkal Pinang | 1.833 | 4.072 | 3.476 | 2.563 |
| Kota Batam | 1.295 | 1.527 | 1.274 | 2.066 |
| Kota Palembang | 1.382 | 1.749 | 1.626 | 1.984 |
| Kota Pekanbaru | 2.029 | 3.012 | 1.967 | 1.925 |
| Kota Padang | 2.250 | 2.941 | 1.514 | 1.514 |
| Muaro Jambi | 1.415 | 2.320 | 1.131 | 1.354 |
| Kota Bengkulu | 917 | 2.017 | 987 | 1.350 |
| Kota Bandar Lampung | 2.179 | 2.082 | 1.229 | 1.205 |
| Kota Medan | 1.194 | 1.611 | 1.452 | 822 |
| Jakarta Pusat | 4.088 | 5.588 | 3.922 | 4.299 |
| Kota Surabaya | 3.640 | 4.145 | 5.094 | 4.341 |
| Semarang | 1.736 | 1.705 | 1.109 | 1.867 |
| Yogyakarta | 1.766 | 1.979 | 1.148 | 1.467 |
| Kota Serang | 767 | 1.211 | 1.218 | 723 |
| Bandung | 1.223 | 1.083 | 1.157 | 672 |
| Sumber: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjExMyMy/rata-rata-pengeluaran-perkapita-seminggu-menurut-kelompok-daging-per-kabupaten-kota.html |
Dalam setiap peristiwa kontroversi pasti ada korban, penjahat dan pahlawan…Dalam kasus Rendang BKB ini, Masyarakat Palembang menjadi korban keno kato, ada Willie Salim sebagai penjahat (dan diadukan ke polisi) dan nanti aka ada pahlawan, sebagai “penghukum” penjahat.
Pertama, kita harus akui: tidak ada satu kebenaran pun tentang kejadian ini. Ada yang memuji kreativitas Willie, menganggapnya sebagai cara promosi yang nyeleneh tapi efektif. Namun, banyak pula yang marah besar, menilai aksinya tidak sensitif dan merusak citra Palembang. Ini menunjukkan betapa relatifnya “kebenaran” di zaman sekarang, di mana setiap orang punya sudut pandang sendiri. Zaman postmodern, kan? Segala sesuatu jadi cair, tak ada lagi kebenaran mutlak.
Lalu, muncul pertanyaan: mengapa banyak orang Palembang yang kesal? Tentu saja, sentimen kedaerahan dapat dengan mudah menyulut emosi sebagaimana dikatakan oleh Harold Lasswell melalui Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menjelaskan bahwa media massa memiliki efek yang kuat, langsung, dan terarah pada khalayak, seperti peluru atau suntikan yang langsung memengaruhi pikiran individu. Dalam hal ini, aktor pemicu awal tentang “sentimen kedaearah” berhasil maksimal memanfaatkan teori ini.
Faktor kedaerahan juga mempunya rasa memiliki…siapa sih Willie Salim…ngacak-ngacak daerah aku…ngajak jugo idak... Ini mengingatkan kita pada kebiasaan kita yang kadang susah mengakui keberhasilan orang lain. Kita seringkali lebih fokus pada kekurangan orang lain daripada prestasi mereka. Entah karena kurang percaya diri, atau memang pi’il yang enggan berinvestasi atau berspekulasi.
Media sosial juga berperan besar dalam hebohnya kasus ini. Video Willie Salim viral seketika, membuat opini publik terpecah. Informasi dan opini bercampur aduk, membentuk persepsi yang kadang-kadang bias. Kita harus hati-hati, jangan sampai terbawa arus informasi yang belum tentu valid.
Namun, di balik kontroversi ini, kita juga bisa melihat sisi positifnya. Kejadian ini justru membuat Palembang lebih dikenal di mata dunia. Walaupun dengan cara yang tak terduga, Palembang tetap menjadi perbincangan. Mungkin ini juga bisa jadi pembelajaran bagi kita semua: bahwa terkadang, dari hal-hal yang tak terduga, bisa muncul kesempatan baru.
Jadi, kisah rendang di Palembang ini mengajarkan kita banyak hal. Tentang keragaman perspektif, tentang ketidaknyamanan kita dengan keberhasilan orang lain, dan tentang kekuatan media sosial dalam membentuk opini publik. Ini sebuah cerita yang kompleks, dan interpretasinya pun bergantung pada sudut pandang masing-masing orang. Seperti halnya rendang itu sendiri, yang rasanya pun berbeda-beda tergantung resep dan tangan yang membuatnya.
Sebagaimana diteorikan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw tentang agenda setting bahwa media tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga membentuk persepsi publik tentang isu-isu penting. Kontroversi dalam berita dapat menarik perhatian karena media menekankan isu-isu tersebut, sehingga masyarakat menganggapnya lebih penting.

Tinggalkan Balasan